Ravanews|Kijang Peredaran rokok ilegal di Kijang bukan lagi fenomena kecil. Ini sudah menjadi operasi industri gelap yang berlangsung terbuka, terukur, terdistribusi rapi, dan jelas telah merugikan negara miliaran rupiah. Sabtu, (22/11/2025).
Yang menjadi pertanyaan paling besar – dan paling pedas – adalah:
Mengapa Bea Cukai, Polres Bintan, dan Polrestabes, Polda Kepri tetap diam ?
Karena sampai hari ini, tidak ada pengungkapan besar.
Tidak ada penangkapan pemasok besar.
Tidak ada penggerebekan gudang.
Tidak ada pemutus rantai distribusi.
Hanya razia kecil yang bahkan tidak mengganggu denyut operasi jaringan.
1. Bea Cukai: Jika Cukai Palsu Masuk Seluas Ini, Pengawasan Ada di Level Apa ?
Pita cukai palsu bukan barang yang bisa beredar tanpa celah besar dalam pengawasan.
Pertanyaan publik sangat sederhana:
Bagaimana pita cukai palsu bisa beredar bebas di Kab. Bintan ?
Bagaimana ribuan slop berpita cukai bisa masuk barang ilegal tanpa terdeteksi ?
Bagaimana “barang jadi” beredar di warung atau toko aheng seperti produk legal ?
Jika Bea Cukai mengaku sudah mengawasi, berarti pengawasannya tidak berfungsi.
Kalau tidak tahu, itu buruk.
Kalau tahu tapi diam, itu lebih buruk.
2. Polres Bintan: Razia Kecil Tidak Menjawab Apapun
Selama ini, langkah Polres Bintan bersifat kosmetik:
tangkap pedagang kecil,
foto barang bukti kecil-kecilan,
rilis media sekadar pengumuman,
lalu jaringan besar tetap jalan.
Publik semakin sinis:
“Kalau bukan gudang dan pemasok besar yang dibongkar, itu bukan penegakan hukum – itu hanya pencitraan.”
Polres seharusnya memiliki intel, peta distribusi, dan data jalur.
Jika semua itu ada tapi tidak digunakan, publik wajar
mempertanyakan: apa yang sebenarnya menahan langkah mereka ?
3. Polda Kepri: Diamnya Terlalu Besar untuk Tidak Dipertanyakan
Skala peredaran rokok ilegal di Bintan cukup besar untuk masuk radar Polda.
Namun sampai hari ini, tidak terdengar gerakan berarti dari tingkat Polda.
Padahal:
distribusi lintas wilayah,
penggunaan pita cukai palsu,
dugaan jaringan terorganisir,
potensi kerugian negara miliaran rupiah,
semua ini seharusnya sudah cukup untuk memicu operasi khusus.
Diamnya Polda bukan lagi soal lambat.
Diamnya sudah masuk kategori tidak wajar.
4. Fakta Lapangan Terlalu Terang – Aparat Terlalu Redup
Barang bergerak.
Gudang berpindah.
Kurir mondar-mandir.
Pedagang dibanjiri pasokan.
Semua serba terang-benderang.
Yang redup justru aparatnya.
Ini tidak bisa lagi disamarkan sebagai “proses”.
Ini terlihat sebagai ketidakhadiran institusi.
5. Publik Sudah Tidak Percaya Narasi “Masih Diselidiki”
Kalimat itu sudah terlalu sering dipakai untuk menutupi ketidakseriusan.
Karena:
barang terus masuk,
pola operasi tidak berubah,
tidak ada tekanan terhadap jaringan besar.
Jika penyelidikan tidak menghasilkan apa-apa selama peredaran semakin masif, maka itu bukan penyelidikan – itu kemandekan.
kesimpulan:
Tiga Institusi, Satu Masalah – Tidak Ada Keberanian Menyentuh Aktor Besar
Bea Cukai tidak memutus masuknya barang.
Polres tidak membongkar gudang.
Polda tidak turun tangan.
Tiga mata rantai penegakan hukum ini sama-sama gagal menunjukkan taringnya.
Jika mereka terus diam, publik hanya akan sampai pada satu pembacaan:
Penegakan hukum di Kepri tidak sedang lemah – ia sedang lumpuh.
Dan kelumpuhan seperti ini tidak terjadi tanpa sebab.


Komentar