Ravanews.com|Batam Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) secara resmi menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) terkait persoalan kekurangan tenaga pendidik dan ruang kelas di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kota Batam, Selasa (16/12/2025), di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Kepri.
LHP tersebut diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr. Lagat Siadari, kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Dr. Andi Agung, serta Inspektur Pembantu (Irban I), Aan Putra.
IAPS merupakan mekanisme pengawasan Ombudsman yang dilakukan tanpa menunggu adanya laporan masyarakat, sebagai respons atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Martina Emi Farida, menjelaskan bahwa IAPS ini bermula dari mencuatnya pemberitaan media terkait dugaan pungutan liar di SLBN Batam.
Namun, hasil pemeriksaan menemukan bahwa pungutan tersebut berasal dari kesepakatan Komite Sekolah bersama orang tua/wali murid berupa iuran sebesar Rp60.000 per bulan, yang digunakan untuk menutupi kekurangan tenaga pengajar.
“Praktik tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, karena pemenuhan tenaga pendidik beserta pembiayaannya serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah,” tegas Martina.
Saat ini SLBN Kota Batam memiliki 227 peserta didik dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Proses pembelajaran didukung oleh 27 guru, 1 instruktur, 1 operator, 1 petugas keamanan, dan 1 petugas tata usaha.
Masalah kian kompleks karena dua guru tidak lulus seleksi PPPK Tahun Anggaran 2024 sehingga masa SK mengajar berakhir pada 31 Oktober 2025, ditambah satu guru akan pensiun pada Februari 2026. Kondisi tersebut berpotensi memperparah kekurangan guru, mengingat SLBN Batam idealnya membutuhkan 32 tenaga pendidik. Akibatnya, sekitar 34 siswa terancam tidak dapat mengikuti proses pembelajaran.
Selain kekurangan guru, SLBN Batam juga mengalami krisis ruang kelas. Dengan jumlah 52 rombongan belajar (rombel), sekolah ini seharusnya memiliki 30 ruang kelas, namun saat ini hanya tersedia 21 ruang kelas.
Keterbatasan tersebut memaksa satu ruang kelas digunakan secara bersamaan oleh tiga jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA), sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan efektif.
Persoalan ini sebenarnya telah dilaporkan oleh Kepala Sekolah kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, namun hingga kini belum mendapatkan penyelesaian konkret.
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan sejak September hingga November 2025, Ombudsman menilai kondisi tersebut menunjukkan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c Peraturan Ombudsman RI Nomor 58 Tahun 2023 dan Pasal 15 huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Dalam LHP tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Kepri menyampaikan empat tindakan korektif kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, yakni:
1. Mengusulkan penambahan 32 guru Pendidikan Luar Biasa kepada Kementerian PAN-RB sesuai ketentuan.
2. Memastikan pembayaran honorarium guru non-ASN di SLBN Batam tetap berjalan hingga kebutuhan guru terpenuhi.
3. Menindaklanjuti pemecahan lahan Pusat Layanan Autis (PLA) untuk pembangunan ruang kelas baru.
4. Melakukan pendampingan kepada Kepala SLBN Batam dalam pengusulan revitalisasi atau pembangunan ruang kelas baru ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr. Lagat Siadari, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan rekomendasi tersebut.
“Kami memberikan waktu 30 hari kerja kepada Dinas Pendidikan Kepri untuk melaksanakan tindakan korektif sejak LHP diterima.
Ombudsman akan melakukan monitoring untuk memastikan hak-hak dasar peserta didik SLBN Batam terpenuhi,” tegasnya.








Komentar